Subsidi BBM
Artikel ini saya posting berlatar belakang data dari:
JAKARTA - Kuota BBM subsidi selalu mengalami kenaikan.
Tapi, pada tahun 2014 ini, kuota BBM subsidi ternyata malah berkurang
dibandingkan tahun 2013.
Berikut ini adalah perkembangan volume konsumsi BBM:
2010
38,2 juta kiloliter (kl). Terdiri dari premium 22,9 juta kl, minyak tanah 2,3 juta kl, dan solar 12,9 juta kl.
38,2 juta kiloliter (kl). Terdiri dari premium 22,9 juta kl, minyak tanah 2,3 juta kl, dan solar 12,9 juta kl.
2011
41,8 juta kl. Terdiri dari premium 25,5 juta kl, minyak tanah 1,7 juta kl, dan solar 14,6 juta kl.
41,8 juta kl. Terdiri dari premium 25,5 juta kl, minyak tanah 1,7 juta kl, dan solar 14,6 juta kl.
2012
44,8 juta kl. Terdiri dari premium 28,1 juta kl, minyak tanah 1,2 juta kl, dan solar 15,5 juta kl.
44,8 juta kl. Terdiri dari premium 28,1 juta kl, minyak tanah 1,2 juta kl, dan solar 15,5 juta kl.
2013
46,4 juta kl. Terdiri dari premium 29,3 juta kl, minyak tanah 1,1 juta kl, dan solar solar 16 juta kl.
46,4 juta kl. Terdiri dari premium 29,3 juta kl, minyak tanah 1,1 juta kl, dan solar solar 16 juta kl.
2014 (APBN Perubahan)
46 juta kl. Terdiri dari premium 29,4 juta kl, minyak tanah 0,9 juta kl, dan solar 15,7 juta kl.
46 juta kl. Terdiri dari premium 29,4 juta kl, minyak tanah 0,9 juta kl, dan solar 15,7 juta kl.
Kendati volume BBM mengalami pengurangan, tapi subsidi BBM
ternyata terus menguat di 2014. Berikut ini sejarah perkembangan subsidi
energi.
2010
Subsidi BBM Rp82,4 triliun
Subsidi listrik Rp57,6 triliun
ICP USD79,4 per barel
Subsidi BBM Rp82,4 triliun
Subsidi listrik Rp57,6 triliun
ICP USD79,4 per barel
2011
Subsidi BBM Rp165,2 triliun
Subsidi listrik Rp90,4 triliun
ICP USD111,6 per barel
Subsidi BBM Rp165,2 triliun
Subsidi listrik Rp90,4 triliun
ICP USD111,6 per barel
2012
Subsidi BBM Rp211,9 triliun
Subsidi listrik Rp94,6 triliun
ICP USD112,7 per barel
Subsidi BBM Rp211,9 triliun
Subsidi listrik Rp94,6 triliun
ICP USD112,7 per barel
2013
Subsidi BBM Rp210,0 triliun
Subsidi listrik Rp100 triliun
ICP USD105,0 per barel
Subsidi BBM Rp210,0 triliun
Subsidi listrik Rp100 triliun
ICP USD105,0 per barel
2014 (APBN Perubahan)
Subsidi BBM Rp246,5 triliun
Subsidi listrik Rp103,8 triliun
ICP USD110,0 per barel. (Koran SINDO/) (wdi)
Subsidi BBM Rp246,5 triliun
Subsidi listrik Rp103,8 triliun
ICP USD110,0 per barel. (Koran SINDO/) (wdi)
Permasalahan yang saya kemukakan:
- Mengapa alokasi subsidi BBM pada 2014 hanya pada level 46 juta Kiloliter yang berarti lebih rendah dari pada tahun 2013 yang mencapai level 46,4 juta Kilo liter?
- Apakah BBM yang tidak disubsidi oleh Negara tidak dapat menghasilkan/menguntungkan bagi Negara?
Analisis ringkas:
- Apabila asumsi pertumbuhan ekonomi adalah positip dari tahun 2013 ke tahun 2014 dan apalagi lebih besar dari 6% maka sangat tidak bijaksana apabila pada tahun APBN-P tahun 2014 subsidi BBM turun dari level 46,4 ke 46 juta kilo liter dikarenakan ekonomi memang tumbuh. Apalagi bila sektor pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor termasuk kendaraan yang di laut (perahu dan kapal nelayan) juga positip maka sangatlah tidak berimbang antara asumsi pertumbuhan ekonomi asumsi APBN-P 2014.
- Apabila yang menjadi faktor penghambat tidak hanya masalah konsumsi BBM tetapi juga nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dollar, tentu harus dipikirkan bahwa penyebab kenaikan subsidi BBM tidak hanya disebabkan volume konsumsi BBM saja melainkan juga dikarenakan faktor kurs mata uang, oleh karena itu harus didasarkan pada peraturan perundangan yang tegas bahwa bilamana kurs mata uang mengalami perubahan melebihi sekian persen atau harga minyak dunia mengalami perubahan pada level tertentu maka pemerintah secara otomatis dan sah berhak merubah harga jual eceran BBM dalam negeri. Sehingga pemerintah tidak risau serta mengatasnamakan "APBN jebol" karena permasalahan subsidi BBM.
- Strategi pengendalian BBM tidak tepat apabila sektor pertumbuhan industri dan penjualan kendaraan bermotor juga tidak dikendalikan, walau ini berdampak pada sektor industri manufaktur otomotif dan perdagangan/importir kendaraan bermotor CBU. Jangan sampai dikarenakan kepentingan pebisnis otomotif ini seluruh kepentingan rakyat dan negara terkalahkan.
Solusi/saran/usulan dari pendapat saya adalah:
- Bilamana pemerintah menghendaki agar subsidi BBM ini dialihkan ke infrastruktur maka hal sangat mengkhawatirkan adalah justru di penggunaan dana ini. Misal saja dipergunakan untuk pembanguan infrastruktur maka jangan sampai justru keuntungan besar atau korupsi justru timbul karena pengalihan dana subsidi ke pembangunan infrastruktur ini. Misalnya perusahaan dan pejabat terkait berkolusi dan mengkorupsi nilai proyek, seperti yang terjadi pada masa lampau "proyek hambalang".
- Bilamana antara Pertamina sebagai operator dan Pemerintah sebagai regulator BBM tidak dapat saling terbuka, saling dapat dipercaya dan akuntabel, maka perlu dibentuk operator yang baru selain Pertamina pada sektor retailnya misalnya SPBU non Pertamina tidak harus berasal dari operator asing. Untuk eksplorasi dan jual beli minyak mentah tetap harus Pertamina/BUMN karena berkaitan denga pendapat negera, tetapi impor BBM (bukan minyak mentah) tidak harus Pertamina seperti halnya komoditi beras dan gula dan yang lainya. Hal itu dimaksudkan agar kesan monopoli terhapus. Sebagaimana yang telah terjadi pada sektor Pendidikan dan Kesehatan. Pada sektor tersebut ada yang dikelola pemerintah ada yang dikelola swasta dan terbukti masyarakat dapat memilih sesuai kemampuan masing-masing dan relatif tidak bermasalah selama pemerintah memiliki aturan perundangan yang jelas dan tegas serta memihak pada rakyat.
- Alternatif yang lain adalah saya sangat setuju dengan pendapat yang menyatakan "subsidi tetap" sehingga asumsi kekurangan akan secara otomatis menaikkan harga jual eceran BBM pada keadaan dan waktu tertentu per bulan, tidak baik dan tidak boleh hanya muncul kelangkaan BBM pada akhir tahun anggaran. Bila perlu perhitungan penyaluran subsidi dapat dihitung per minggu, sehingga secara pelan-pelan dan nyata masyarakat dapat menentukan pilihan misalnya BBM langka dapat berganti angkutan umum atau angkutan massal yang telah disiapkan pemerintah. Ide ini berasal dari kliring perbankan juga dapat diterapkan. Bila masyarakat tetap menggunakan kendaraan pribadi maka masyarakat memang sudah rela dan siap membayar lebih tinggi untuk BBM pada waktu dan keadaan tersebut. Untuk menyempurnakan ide ini, maka regulasi pembatasan pembelian per kendaraan per hari tetap harus diterapkan.
- Alternatif yang lain apabila masyarakat merasa hanya menggunakan BBM yang sedikit tentu hanya mendapat jumlah subsidi yang sedikit maka tinggal membuat mesin yang mana dapat menghitung perubahan harga per liter tidak secara linier namun eksponensial. Misal beli 1-3 liter harga 6.500 tetapi ketika beli 6 liter secara otomatis mesin menghitung harga yang lebih besar untuk liter ke 4 dst. Bila hal ini dijadikan alasan untuk membeli berulang kali, untuk sementara dibiarkan saja asal mereka mau antri lagi atau mereka di tiap SPBU berhenti untuk mengisi sedikit demi sedikit, nanti akan merasa rugi sendiri karena waktunya terbuang untuk antri BBM. Pada tahap berikutnya diterapkan sistim membaca PIN atau KODE yang lain yang tercetak pada STNK untuk setiap pengaktifan nozle di setiap SPBU. Dengan demikian juga dapat membantu menegakkan peraturan berkendaraan karena selalu membutuhkan STNK ketika beli BBM. PLN sudah menerapkan kode aktifasi pada meteran pelanggan, oleh karena itu PLN tidak merasa perlu segel dibagian MCB karena begitu cover dibuka secara otomatis ada tombol yang ON/OFF dan untuk mengaktifkan MCB/meteran harus memasukkan kode aktifasi agar listrik dapat mengalir. Ide ini juga berasal dari pembatasan pengambilan tunai lewat ATM per hari saja bisa diterapkan.
- Hal yang dapat dilaksanakan lagi adalah menghtiung rata-rata kebutuhan subsidi tiap kendaraan bermotor untuk dibebankan pada pajak kendaraan bermotor selain nilai pajak yang sudah ada sekarang ini. Yang perlu dikhawatirkan tentu pajak yang telah dipungut jangan-jangan malah dikorupsi.
- Permasalahan penjual BBM eceran yang beli di SPBU, untuk dijual kembali dapat diperlakukan sebagai pelaku usaha secara umum, mungkin ada pajak seperti halnya pajak perdagangan, atau membutuhkan kartu DO, atau kebijaksanaan lain yang positip.
Komentar
Posting Komentar